Pertama, Bandura berpendapat
manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri; sehingga
mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi obyek: pengaruh lingkungan.
Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan
lingkungan saling mempengaruhi.
Kedua, Bandura menyatakan, banyak
aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi orang itu dengan orang
lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan
konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan di pelihara. Teori
belajar sosial (Social learning theory) dari Bandura, didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism), tanpa penguatan (beyond reinforce), dan pengaturan diri/berifikir (self-regulation/cognition).
1. Determinis resiprokal: pendekatan yang menjelaskan
tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus
menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. 0rang
menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrol kekuatan
lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan
itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori
belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah
laku. Teori belajar sosial memakai salingdeterminis sebagai prinsip
dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat
kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku
interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.
Gambar 12 menunjukkan Nilai komprehensif dari determinis resiprokal
Bandura dibandingkan dengan teori Behaviourisme lainnya.
- Tanpa reinforsemen: Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung kepada reforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-pilah untuk direnforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam menen-tukan apakah suatu tingkahlaku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satusatunya pembentuk tingkahlaku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
- Kognisi dan Regulasi diri: Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidak senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur dixi sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkahlakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyirnpan pengalaman (dalam ingatan) dalam ujud verbal dan gambaran imaginasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imaginatif basil yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.
Sistem Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak
memiliki konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan
oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat
dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan.
Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling
determinis menempatkan semua hal saling berinteraksi, di mana pusat
atau pemulanya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis
yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang
memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi,
evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau
mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari
sistem interaksi resiprokal.
Regulasi Diri
Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan
dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi
perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk
deteminis resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian clan
tingkahlakunya sendiri. Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif
dan proaktif dalam regulasi did. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai
tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif
menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan
membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan
ketisakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya
berdasarkan antisipasi apa Baja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Ada tiga proses yang dapat dipakai untuk melakukan pengaturan
memanipulasi faktor eksternal, memonitor dan mengevaluasi tingkahlaku
internal. Tingkahlaku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor
eksternal dan faktor internal itu.
Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama;
faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkahlaku. Faktor
lingkungan bertinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk
standar evalusi diri orang itu. Melalui orang tua dan guru anak-anak
belajar baik-buruk, tingkahlaku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.
Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak
kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi
diri.
Kedua: faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan(reinforcemenl). Hadiah
intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif
yang berasal dari lingkungan ekstemal. Standar tingkahlaku dan penguatan
biasanya bekerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkahlaku
tertentu, perlu ada penguatan agar tingkahlaku semacam itu menjadi
pilihan untuk dilakukan 1agi.
Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal berinteraksi dengan
faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga
bentuk pengaruh internal (label 35):
- Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantita penampilan, orisinalitas tingkahlaku dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkahlakunya dan mengabaikan tingkahlaku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.
- Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process): adalah melihat kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari performansi diri. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan, proses kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi ini jumlahnya terbatas. Sebagian besar aktivitas hams dinilai dengan membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar, perbandingan social, perbandingan dengan orang lain, atau perbandingan kolektif. Orang juga menilai suatu aktivitas berdasarkan anti penting dari aktivitas itu bagi dirinya. Akhirnya, orang juga menilai seberapa besar dirinya menjadi penyebab dari suatu performansi, apakah kepada diri sendiri dapati dikenai atribusi (penyebab) tercapainya suatu performansi, atau sebaliknya justru mendapat atribusi terjadinya kegagalan dan performansi yang buruk.
- Reaksi-diri-afektif (self response): akhirnya berdasarkan pengamaan dan judgment itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.
Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi
Tentu saja, mengamati orang lain
melakukan sesuatu tidak tidak mesti berakibat belajar, karena belajar
melalui observasi memerlukan beberapa faktor atau prakondisi. Menurut
Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar meinlui observasi
dapat terjadi, yakni:
- Perhatian (attention process) : Sebelum meniru orang lain, perhatian hams dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkahlaku yang diamati bagi si pengamat.
- Representasi (representation process): Tingkahlaku yang akan ditiru, hams disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran, tanpa benar-benar melakukannya secara fisik.
- Peniruan tingkahlaku model (behavior production process): Sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkanya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkahlaku. Mengubah dad gambaran fikiran menjadi tingkahlaku menimbulkan kebutuha evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, basil belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan tingkahlaku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pebelajar.
- Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pebelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkahlaku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkahlaku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak bakal terjadi proses belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada tingkah laku model yang diganjar, daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi walapun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar.
Motivasi banyak ditentukan oleh
kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik
modelnya. Ciri-ciri model seperti usia, status sosial, seks, keramahan,
dan kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak lebih
senang meniru model seusianya daripada model dewasa. Anak juga cenderung
meniru model yang standar prestasinya dalam jangkauannya, alih-alih
model yang standarnya diluar jangkauannya. Anak yang sangat dependen
cenderung mengimitasi model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga
dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya. Anak
cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan open (jw), gadis
lebih mengimitasi ibunya.
Dampak Belajar
Setiap kali respon dibuat, akan diikuti
dengan berbagai konsekuensi; ada yang konsekuensinya menyenangkan, ada
yang tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk kekesadaran sehingga
dampaknya sangat kecil. Penguatan – baik positif maupun negatif –
dampaknya tidak otomastis sejalan dengan konsekuensi respon. Konsekuensi
dari suatu respon mempunyai tiga fungsi:
- Pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkahlaku, informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkahlaku pada masa yang akan datang.
- Memotivasi tingkahlaku yang akan datang: Menyajikan data sehingga orang dapat membayangkan secara simbolik hasil tingkahlaku yang akan dilakukannya, dan bertingkahlaku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tingkahlaku ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang, di mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkahlaku.
- Penguat tingkahlaku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkahlaku menjadi berpeluang diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkahlaku cenderung tidak diulang.
Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories of Human Development. Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications. International Education and Publisher
No comments:
Post a Comment